Mengenal Teknologi HDV (High Devinition Video)

HDV adalah teknologi yang ditujukan untuk mengganti teknologi DV serta berniat mengalahkan format DVCPRO HD & HDCam yang muncul terlebih dahulu. Dasar pemikirannya adalah “Jika HD sudah menjadi standar, kenapa format HD tidak dibuat dengan harga murah yang mampu dikonsumsi semua kalangan?” Jika kita telaah, seperti DV, HDV merupakan format dan pendatang baru yang mampu menggebrak dunia penyiaran maupun perfileman.

Gambar Logo HDV – Format baru dalam video yang dapat memasukkan gambar ukuran besar (HD) ke dalam pita DV (DVCam Tape/miniDV).

Karena dengan niat mengganti teknologi DV, format HDVpun direkam di atas media DV (kaset DVCam & miniDV). Horee! Di dalam kaset DV, HDV dapat direkam ke dalam 2 sistem : PAL dan NTSC. Pada format HDV pula, perbedaan ukuran gambar di kedua sistem tidak lagi tampak. Yang tersisa adalah jumlah bingkai di setiap detiknya. PAL tetap bertahan pada 25fps (25p/50i), sementara NTSC pada 30fps (30p/60i).

Ukuran gambar yang dihasilkan HDV (PAL maupun NTSC) adalah 1440 x 1080 (yang kemudian akan menyesuaikan dengan ukuran HD sebenarnya 1920 x 1080). HDV menghasilkan bitrate yang sama dengan DV yaitu 25mb/detik. “kok bisa?!” HDV menggunakan sistim kompresi Interframe MPEG2-GOPs dan merekam dengan mengelompok-kelompokkan gambar. Pada PAL, 25fps di pepatkan menjadi 12 GOPs (Group of Pictures), sementara pada NTSC, 30 gambar dipepatkan menjadi 15 GOPs. GOPs merupakan teknologi baru pada video digital yang dapat mengelompokkan beberapa gambar dalam 1 kelompok gambar pada saat penyimpanan. Lalu akan dipisahkan kembali ketika frame tersebut dibaca atau di playback.

Banyak yang masih beranggapan bahwa HDV adalah semacam sistem penangkapan gambar yang dilakukan oleh kamera berperlengkapan HD (lensa HD dan sensor HD) lalu diproses ke dalam format DV. Pada kenyataannya, bahwa memang penangkapan dilakukan dengan sistem HD dan direkam dalam media DV dengan sistem HDV. Jadi sistim perekaman HDV bukan DV, melainkan format HD yang dikompresi menggunakan MPEG2-GOPs dan hasilnya menjadi format bernama HDV di simpan dalam media kaset miniDV.

Sistem HDV ditemukan oleh JVC di tahun 2003 dan kemudian disempurnakan oleh SONY pada tahun 2004. Lalu Canon dan Hitachi mengikuti belakangan. Setelah 4 tahun berlalu pada tahun 2007, baru Panasonic bermain juga di kelas HDV. Itupun tampak ragu-ragu. Produk HDV Panasonic yang direkam menggunakan media miniDV hanya sedikit, salah satunya Panasonic P-2. Kemudian Panasonic mengembangkan kamera HDV dengan media rekam SD Card.

Sistem HDV ditujukan dan akhirnya dengan sukses merambah ke berbagai macam kalangan, mulai dari konsumen rumahan (Home-use), konsumen semi-profesional (Prosumer), konsumen profesional (Broadcaster), bahkan para pembuat film (film-maker) di dunia. Dengan kamera yang relatif ringkas (kecil) dan peralatan perlengkapannya yang relatif murah,teknologi HDV menjadikan teknologi andalan saat ini.

TV-ASAHI dan NHK Jepang adalah 2 stasiun TV pertama yang menjadikan HDV sebagai sistem siaran mereka (2003 – 2004). Untuk menjaga kualitas, dalam pengambilan gambar dalam studio, mereka menggunakan kamera dengan format HDCAM yang bersensor besar dan berlensa profesional (sehingga ketajaman gambar terjamin). Kedua stasiun televisi tersebut menyediakan 2 jalur siaran sekaligus yaitu HDV dan SD (Standard Definition) untuk konsumen yang masih menggunakan televisi SD. Untuk dapat menikmati kualitas asli dari HDV. Dalam siaran HDV, kebutuhan Color Sampling tidak lagi dibutuhkan karena siaran mereka sudah menggunakan sistim digital, yang artinya kualitas tidak akan turun pada kabel koneksi dan gelombang siaran mereka, karena koneksi gambar dan gelombang siaran sudah menyiarkan gelombang digital berupa data-data biner dan ketika ditangkap oleh pesawat televisi konsumen gelombang digital tersebut langsung di proyeksikan oleh televisi HD yang biasa berupa televisi LCD (Liquid Crystal Device) atau plasma TV. Hingga saat ini Indonesia belum memiliki stasiun televisi yang menyediakan jasa siaran digital HDV. Hal ini berhubungan dengan daya beli masyarakat Indonesia dimana 92% penonton masih menggunakan televisi SD. Harga televisi HDpun masih tinggi. Jadi, untuk merubah sistem ke HDV, selain harus berinvestasi kembali dengan sistem yang perubahannya signifikan (mulai dari media rekam hingga sistem siarannya), perubahan ke format HDV masih dianggap sia-sia karena 92% konsumen tidak akan menikmati kualitas siaran tersebut.

Kemunculan format HDV pertama kali di dukung beberapa produsen piranti lunak (software) editing non-linear yang antara lain : Apple Inc (Final Cut Pro), AVID Inc (AVID Xpress HD), Canopus EDIUS Pro, Sony Media Software dan Ulead. Kemudian di kemunculan Adobe Premiere Pro 1.5, Adobe mengikuti dengan menambahkan kemampuan editing HDV. Menurut pengalaman saya, Canopus EDIUS merupakan perangkat editing profesional yang paling ringan dalam mengolah HDV. Jika menggunakan Adobe Premiere Pro 3.0 (CS3) untuk mengolah HDV 1080i dibutuhkan spesifikasi komputer minimal Processor Intel Pentium 3.0 GHz/RAM 1 GB; dan AVID Xpress HD (Processor Intel Core2Duo 2,4 GHz/RAM 2 GB atau Dual Intel Xeon 3 GHz/RAM 2 GB).

(http://id.wordpress.com/tag/bab-i-b-media-penyimpanan-video/)

0 komentar:

Posting Komentar

Jika anda tidak keberatan sudi kiranya meninggalkan sedikit komentarnya. Terimakasih

Posting Terbaru